01 October 2015

9 Kesalahan Perubahan di Gereja (oleh Brad Powell)


Artikel ini ditulis untuk menjawab pertanyaan tentang mengapa perubahan yang dibuat oleh seorang pemimpin sering justru merusak gereja daripada membuat gereja itu menjadi lebih kuat dan efektif.

Berdasarkan pengalaman saya sebagai seorang pendeta dan kesempatan untuk bekerja sama dengan pendeta dan gereja-gereja lain dalam suatu proses perubahan, saya menemukan sembilan kesalahan yang umum terjadi. Kesadaran akan hal itu sejak awal dalam proses perubahan tersebut akan membuat perbedaan antara merusak gereja atau menguatkan gereja.




KESALAHAN-KESALAHAN YANG UMUM:

1. Memimpin perubahan dengan motivasi yang salah.
Kita memiliki hasrat untuk meraih keberartian dan kesuksesan. Meskipun Tuhan Yesus tidak menentang hasrat itu pada diri para murid-Nya, tetapi Ia dengan tegas menentang motivasi mementingkan diri sendiri. Kita tidak dapat melakukan upaya memimpin gereja melalui perubahan dengan membangun suatu kerajaan untuk kita sendiri. Motivasi kita seharusnya adalah untuk memperluas kerajaan Allah dengan cara melayani kebutuhan yang sesungguhnya dan interes yang bernilai kekal dari orang lain.

2. Kita lebih berupaya untuk melakukan perubahan pada orang, bukannya membimbing orang melalui perubahan.
Saya belajar kesalahan ini pada waktu awal pelayanan penggembalaan saya. Saya telah melakukan perubahan "pada orang" melalui berbagai macam perubahan organisasi sebelum melakukan investasi yang tepat pada orang-orang yang sudah ada. Meskipun perubahan organisasi memang penting dan membuat kita untuk mulai menjangkau orang-orang baru, namun hal itu membuat orang-orang yang sudah ada memberontak. Gereja itu meledak, kemudian saya dan istri dipaksa untuk pergi. Saya belajar dengan cepat bahwa mengubah organisasi tidak membawa perubahan apa-apa karena gereja itu adalah orang-orangnya. Oleh karena itu, para pemimpin rohani harus fokus pada mengarahkan orang-orang melalui proses perubahan secara pribadi. Pada saat mereka melakukannya, maka hasilnya adalah perubahan organisasi sebagaimana seharusnya, yaitu mencerminkan Kristus dengan lebih baik dalam generasi ini.

3. Kita melihat isu utama dari perubahan adalah isu strategi.
Ini merupakan kesalahan yang sangat besar. Strategi memang hal yang penting, namun isu pertama dan utama dalam perubahan adalah isu spiritual. Pada awal pelayanan, saya terus gagal dalam hal ini. Namun, akhirnya saya belajar dari Nehemia. Ia akan mengalami kegagalan kalau mulai dengan strategi. Ia berhasil, karena ia mengawalinya dengan Allah, Firman-Nya dan doa. Kemudian, pada saat ia menantikan dan mengamati Allah bekerja, ia melakukan dengan rencana-rencana strategis dan kepemimpinan membawa perubahan yang memulihkan Yerusalem.

4. Kita gagal memahami bahwa kita tidak dapat menggerakan pelayanan melalui perubahan sementara kita sendiri tidak berubah.
Menunjukkan cara tidak akan menghasilkan apa-apa. Kita harus memperlihatkan cara itu dengan mengizinkan Allah secara konsisten mentransformasi kita. Dua hal terjadi pada saat kita mengizinkan Allah membentuk kita. Pertama, kita mulai memimpin secara alamiah di jalan yang Allah kehendaki. kedua, orang-orang akan melihat dalam diri kita, sosok yang mereka akan menjadi seperti apa, dan kemana mereka akan pergi.

5. Kita berpikir bahwa kita dapat melakukannya sendiri, dan kita mencobanya. Hal ini selalu mengarah pada kegagalan.
Merupakan suatu kebenaran bahwa satu orang tidak dapat mengubah apa pun, tetapi satu orang dapat menjadi katalis dari suatu perubahan. Metafora yang bagus adalah "gelombang." Satu orang tidak dapat melakukannya, tetapi satu orang dapat memulainya. Sama halnya dengan perubahan gereja, kita perlu menanam, memperlengkapi dan melepaskan pemimpin-pemimpin lain ke dalam gereja untuk memulai "gelombang" perubahan.

6. Kita memimpin lebih pada keinginan untuk mendapat pujian dari orang yang bersifat sementara, daripada keinginan untuk mencari pujian dari Allah yang kekal.
Hal yang pertama membuat kita menjadi pengikut, karena kita tunduk pada agenda orang lain untuk tetap menyenangkan mereka. Hal ini dijamin akan mengalami kegagalan, karena kita mengkompromikan apa yang benar untuk gereja dengan apa yang orang lain kehendaki. Hal yang kedua membuat kita menjadi pemimpin. Kita dapat kehilangan orang dan membuat orang lain marah, tetapi kita akan lebih berusaha secara konsisten untuk menjalankan agenda yang Allah telah berikan pada kita.

7. Kita cenderung untuk mengubah terlalu banyak dan terlalu cepat. Ini merupakan kesalahan yang umum.
Para pemimpin datang dan tanpa pilih dan pilah lalu mengubah semuanya. Hal ini akan sangat mengganggu kehidupan orang-orang di gereja dan membuat mereka tidak memiliki tempat dimana mereka merasa terhubung dan nyaman di gereja mereka sendiri. Kuncinya adalah mengidentifikasi dan kemudian mengubah isu-isu yang membunuh gereja, sementara itu sambil menyediakan tempat untuk orang-orang yang ada untuk tetap merasa diperhatikan dan terhubung.

8. Kita mengubah hal-hal yang salah.
Terlalu banyak gereja yang bersedia untuk mengkompromikan kebenaran yang Allah dengan jelas nyatakan, tetapi bersedia mati untuk menjaga tradisi-tradisi perubahan yang dibuat oleh manusia. Perubahan yang efektif dan memuliakan Allah menuntut kepemimpinan yang memegang erat prinsip-prinsip Allah dan maju dengan cara-cara yang inovatif yang bermanfaat untuk masa kini. Apabila gereja tidak memenuhi misinya untuk menghasilkan pengikut Kristus yang sejati, maka gereja itu perlu berubah. Apabila perubahan tidak memimpin orang-orang itu menjadi semakin serupa dengan Kristus, maka itu adalah perubahan yang salah. Dengan kata lain, kita perlu berubah tanpa kompromi.

9. Kita berpikir perubahan dalam gereja merupakan suatu perjalanan dengan awal dan akhir yang jelas.
Kecuali kita berpikir bahwa akhir yang jelas itu kedatangan Tuhan Yesus yang kedua, maka pemikiran itu pasti salah dan hal itu akan menjadi batu sandungan bagi efektivitas pelayanan kita. Satu hasil yang tidak berubah dalam mengikut Yesus adalah perubahan itu sendiri. Kita harus berusaha untuk membimbing orang-orang di dalam gereja kita untuk menerima perubahan sebagai suatu yang konstan/terus-menerus dalam kehidupan, iman dan pelayanan mereka. Pada saat kita melakukannya, kita akan benar-benar memiliki kesempatan menciptakan gereja-gereja yang tetap hidup, bertumbuh dan setia.


Diterjemahkan dari website: www.churchleaders.com

04 February 2015

Tribute to Pak Yul

Kepada saudara-saudari seiman dalam Kristus,

Berpulangnya teman sepelayanan GKI Gading Serpong, Pak Yulianto, di usia 54 tahun pada tanggal 4 Februari 2015, sungguh merupakan suatu hal yang mengejutkan bagi kami. Tidak terasa sudah 5 tahun, kami melayani bersama dalam satu tim melakukan pelayanan membangun kelompok kecil dan persekutuan wilayah di gereja, banyak sekali suka duka yang kami rasakan bersama. Sosok Pak Yul sangat membekas di hati kami sebagai sosok teman karib dan seorang sahabat rohani.



Inilah yang ingin kami bagikan tentang kehidupan Pak Yul:

Setiap saat Pak Yul datang ke gereja, matanya tertuju pada orang-orang yang belum dikenalnya, dan menyapa ramah setiap orang yang lewat tanpa terkecuali, mulai dari yang lanjut usia, dewasa, pemuda/remaja, dan anak-anak, satu pun tak terlewatkan. Sedangkan kami lebih sering bercakap-cakap dengan orang yang kami kenal dan menerima kami. Dalam hal ini kami belajar dari beliau untuk membuka diri, keluar dari zona nyaman untuk mulai menjalin hubungan, berbagi kasih dan perhatian bagi orang-orang yang belum kami kenal di gereja.

Salah satu yang begitu jelas dalam hidup Pak Yul adalah komitmen dan semangat pelayanannya yang sangat tinggi. Ini kami lihat dari konsistensi kehadiran beliau mengikuti rapat kelompok kecil dan wilayah di gereja, beliau selalu berusaha untuk hadir, meskipun baru pulang kantor atau dari luar kota. Sedangkan semangat kami untuk rapat cenderung kembang kempis, kalau lagi semangat ya datang…, tapi kalau lagi kurang semangat… ya coba cari alasan untuk membenarkan diri supaya tidak datang. Kenapa ya semangat kita turun naik sedangkan beliau mempunyai begitu banyak energi dan tekad yang tinggi untuk melayani Tuhan, tentunya ini timbul dari kehidupannya yang intim bergaul dengan Tuhan.

Beliau juga selalu nongkrong setiap hari Minggu di Pojok Komunitas Wilayah (tempat mengambil buku-buku kelompok kecil dan persekutuan wilayah) yang berada di depan ruang kebaktian. Beliau tetap melayani dengan penuh keramahan, walaupun kenyataannya semakin lama semakin sedikit orang-orang yang meminta buku kelompok kecil maupun persekutuan keluarga dari minggu ke minggu. Sepertinya pelayanan menjaga pojok ini terlihat sepele, tapi beliau berpendapat lain, Pak Yul berkata, “Selama masih ada orang yang ambil buku KK/Pega, berarti masih ada orang yang mau bertumbuh, ya kita layani saja terus….”. Kerendahan hati dan semangat melayani Pak Yul sungguh patut diteladani, hal ini menegur kami yang punya asumsi bahwa pelayanan yang menampilkan diri dan dilihat banyak orang itu lebih baik dibandingkan pelayanan di luar panggung/mimbar yang sebenarnya bisa memberikan dampak besar bagi pertumbuhan iman jemaat.

Pernah suatu kali kami mengeluh pada Pak Yul, tentang pelayanan yang kelihatannya tidak membawa hasil yang besar seperti yang diharapkan: “Pak, kita capek-capek rapat tiap minggu di gereja, bikin pertemuan rutin dan menjaga pojok komunitas wilayah pula, kelihatannya hasilnya nggak terlalu kelihatan ya?”. Lalu Pak Yul dengan tertawa balas berkata, “Lho... pelayanan buat Tuhan tuh…. jangan fokus sama hasilnya, karena itu bagian Tuhan. Di Alkitab ada juga kok nabi yang diutus Tuhan tapi sudah tahu kalau usahanya akan gagal. Walau pun hasilnya sekarang nggak kelihatan, tapi yang penting kesetiaan dan kesungguhan kita mengerjakan pelayanan yang Tuhan suruh. Sampai kita mati pun, walau nggak kelihatan hasilnya, kita harus tetap setia melayani, dan mungkin saja kita cuman jadi penabur, tapi yang tuai nanti orang lain 10 tahun lagi haha…..”

Saat kami sedang kurang semangat karena melihat kondisi pelayanan yang "jalan di tempat" serta merasa kurang didukung oleh rekan-rekan sepelayanan lain, kami mengeluh, “Pak, kayaknya orang ini kurang cocok deh, memegang pelayanan yang ini, apa sebaiknya kita ajak ngomong untuk digantikan dengan orang lain?” Begitulah kami berkomentar dengan pandangan pesimis. Tapi dengan optimis, Pak Yul menanggapi,” Lho... jangan diganti dulu, coba kita bantu dan support dia lebih banyak, mungkin kita-nya yang kurang mendorong dan membantu dia untuk berkembang, nanti pasti akan ada perubahan”. Saat kami hilang pegharapan pada orang-orang yang melayani bersama-sama, Pak Yul melihatnya dengan cara yang berbeda, yaitu: selalu ada pengharapan bahwa orang itu bisa berubah dan lebih bersemangat dalam melayani. Karena beliau percaya, Tuhan Yesus melalui Roh Kudus tidak pernah berhenti bekerja merubah hati setiap orang.

Pak Yul yang sabar, ternyata bisa “marah“ juga, khususnya menyangkut soal pelayanan dan hal-hal rohani. Beliau ”marah“nya sambil guyon/bercanda, “Kenapa kok pengurus kalau cari orang buat panitia, selalu menyuruh orang-orang yang dikenal dan sudah aktif pelayanan, kenapa tidak mencari jemaat-jemaat yang belum dikenal dan belum aktif? Mustinya pengurus berburu jangan di kebun binatang (di gereja  - pada orang2 yg sudah terlalu aktif) , lah... kalau mau berburu ya di hutan sana... (di persekutuan wilayah / jemaat di wilayah yang belum pelayanan), disana masih banyak orang, asal pengurus mau kenalan dan terjun ke wilayah…”. Dari perkataan beliau ini kami belajar satu hal, kemarahan Pak Yul lebih sering disebabkan oleh hal-hal yang rohani, sedangkan kemarahan kami kebanyakan timbul karena kami merasa dirugikan atau ego kami disinggung oleh orang lain, kami jadi belajar oh… seperti ini toh "marah" yang rohani.

Pak Yul juga sharing pada kami tentang bagaimana beliau mendidik keluarganya, beliau bercerita bahwa setiap minggu malam, Pak Yul beserta istri dan kedua anaknya mengadakan persekutuan keluarga rutin di rumah. Peran sebagai imam di dalam keluarga benar-benar dianggap penting olehnya, bahkan waktu di gereja ada penghargaan bagi jemaat yang konsisten melaksanakan Persekutuan Keluarga (Pega) selama setahun, Pak Yul adalah salah satu dari dua keluarga yang mendapatkan penghargaan ini. Mungkin buat kebanyakan keluarga di gereja, persekutuan keluarga hanya berupa program gereja yang muncul dan kemudian lambat laun dilupakan orang, tapi tidak bagi Pak Yul, baginya seorang pria harus mengambil tanggung jawabnya sebagai imam dari keluarganya dan mengajarkan prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan kepada anak-anaknya.

Pada waktu saya dan istri pindah ke Malang untuk kuliah di seminari SAAT, Pak Yul pernah mengunjungi kami pada bulan Agustus 2014. Beliau menanyakan keadaan kami, apa saja yang kurang dan apa yang kami butuhkan untuk menjalani kuliah teologi. Sungguh kami sangat terkesan dengan kehangatan kasih beliau sebagai sahabat rohani bagi kami, beliau sangat perhatian akan panggilan Tuhan bagi hidup kami serta pertumbuhan rohani kami disini. Sebelum berpisah, kami saling mendoakan satu sama lain. Alangkah indahnya bila setiap orang di gereja sadar bahwa masing-masing punya peran untuk menjadi sahabat rohani terhadap sesama saudara seiman, yang saling mendukung dalam berbagai hal untuk bertumbuh ke arah Kristus.

Kami ingin menutup sharing ini dengan membagikan satu pesan yang perlu kita ingat bersama, didasarkan pada ayat Yakobus 4:14, yaitu hidup kita sangat singkat, tidak peduli seberapa banyak waktu yang masih tersisa dalam hidup kita. Jangan tertipu dengan berpikir bahwa kita masih mempunyai banyak waktu untuk melayani Kristus, mengasihi sesama, atau melakukan yang seharusnya Tuhan inginkan kita lakukan. Hiduplah dalam Tuhan sekarang! Tidak peduli bagaimana hidup kita berakhir, yang penting adalah kita telah memenuhi panggilan dan recana Tuhan bagi hidup kita.

Pak Yul menjalani hidupnya dalam Tuhan dan melakukan bagiannya dalam pekerjaan Tuhan. Kehidupannya telah menjadi teladan and memberi inspirasi bagi kami, kepergiannya semakin meneguhkan kami untuk lebih giat dan tetap setia melayani Tuhan.

Sampai bertemu lagi di sorga, Pak Yul.
Terima kasih sudah menjadi sahabat rohani bagi kami.

Daniel Iskandar (Oniel)
Caroline Sharmiyanti (Oline)







15 January 2015

Belajar Penatalayanan Musik dari Gereja JPCC



Siapa yang tidak kenal komunitas JPCC (Jakarta Praise Community Center) di Jakarta? Gereja yang sangat fenomenal dengan sekitar 13.500 jemaat, yang ruang ibadahnya sudah penuh sesak dipadati oleh jemaat yang mengantri untuk mengikuti ibadah, bahkan rela menunggu sampai satu jam sebelum ibadah dimulai. Sungguh suasana yang berkebalikan bila dibandingkan di gereja-gereja lain pada umumnya. Kita dibuat penasaran bagaimana sebetulnya mereka bisa menciptakan suasana worship yang membuat orang begitu antusias untuk mengikutinya.

Syukur kepada Tuhan, pada tanggal 8 Desember 2014 yang lalu, kami mendapatkan kesempatan untuk belajar langsung dari Bpk. Steve Tabalujan (salah satu Music Director JPCC) pada acara talkshow "Penatalayanan Musik Gereja Lokal" di kampus SAAT. Dari sharing Pak Steve, kami mendapatkan banyak masukan dari komitmen yang dipegang oleh setiap penatalayan ibadah di JPCC.

SEKILAS JPCC
Gereja JPCC didirikan tanggal 4 Juli 1999 dimulai dengan 35 orang jemaat yaitu personil-personil yang tergabung dalam band True Worshiper, sejak awal konsep gereja ini adalah gereja yang berlandaskan cell group (kelompok kecil). Jadi setiap jemaat yang berkomitmen menjadi anggota, harus bergabung dengan sistem cell groupnya, yang disebut dengan DATE (Dicipleship Anointing Training Equipping). Motto gereja ini adalah: “To build a generation of stars, to influence the world with the Truth”. JPCC juga sangat mementingkan regenerasi dan pendidikan kaum muda di dalam program-program gerejanya.

AUDISI & REGENERASI PEMUSIK
Terkait dengan regenerasi tersebut di JPCC setiap tahun selalu diadakan audisi untuk merekrut pemusik dan pelayan ibadah baru, sebagai prasyarat mereka harus “tertanam” di dalam DATE selama minimal 6 bulan. Selain itu ada beberapa syarat teknis lain yang perlu dipenuhi:
  • Harus menguasai tangga nada & progresi akord
  • Bisa membaca partitur (minimal combo part)
  • Tahu tentang simbol-simbol akord
  • Tahu cara bermain dalam band
Hasil audisi tersebut diberitahukan kepada peserta melalui email. Untuk peserta yang belum lulus diberi penjelasan dalam email tersebut tentang hal-hal yang perlu mereka kembangkan, sehingga mereka bisa mencoba lagi untuk audisi berikutnya.

SISTEM PELATIHAN, PERSIAPAN IBADAH & PEMILIHAN LAGU
Komposisi sebuah tim musik yang melayani dalam ibadah di JPCC terdiri dari instrument: 2 keyboard, 2 gitar, 1 bass, dan 1 drum. Setiap tim ini dikepalai oleh seorang Music Director (MD) yang bertugas mengaransemen, memimpin, mengontrol dan mengarahkan pada saat latihan. Saat ini di JPCC ada 5 orang music director dan total ada 48 musisi, serta 12 worship leader, dan 60 singers.

Nilai yang disepakati bersama dalam tim ibadah, antara lain:
  1. Kalau mau melayani, harus datang lebih awal (disiplin waktu). Nilai ini dipegang sangat keras, bahkan apabila terlambat satu menit saja menurut jam gereja, maka orang yang terlambat itu tidak boleh naik ke panggung (tidak boleh melayani). Pernah ada kasus salah satu drummer terlambat datang sekitar 5 menit (aturannya: ibadah mulai 7.30, standby pukul 6.15), maka pada hari itu ibadah berlangsung tanpa iringan drum, meskipun pada saat itu ada pendeta tamu, tapi tim musik tetap konsisten dengan peraturan yang sudah disepakati bersama. Kejadian seperti ini akan membentuk etos pelayanan yang “excelent”. Penting sekali untuk konsisten dengan peraturan dan tidak mentolerir keterlambatan.
  2.  Sebelum latihan harus sudah mempersiapkan dan melatih bagian masing-masing, sehingga tidak menghabiskan waktu pada saat latihan. Lagu-lagu yang akan dimainkan pada ibadah minggu, paling lambat sudah harus diterima oleh tim ibadah pada hari Rabu sore. Semua lagu bisa didownload dalam bentuk mp3, berikut aransemen dan music chartnya melalui dropbox.
  3.  Be Creative. Mereka juga berpegang pada prinsip “no comfort zone”, artinya: permainan musik harus selalu berkembang, tidak boleh nyaman dengan satu gaya saja, harus terus menerus meng-update skill musik masing-masing.
  4. Harus saling menghargai satu dengan yang lain. Bila ada pemusik yang bermain dengan bagus, harus dipuji, khususnya bagi yang junior, untuk memberi dukungan supaya semakin berkembang.
  5. Submission (penundukan diri). Setiap orang harus siap dikoreksi, mulai dari yang senior sampai yang junior. Tidak boleh marah atau sakit hati apabila dikritik, karena kritik tersebut tidak ditujukan kepada pribadi, tapi lebih tertuju pada teknis untuk mengasah skill tim lebih baik lagi.
  6. Profesionalisme. Pelayanan bukan sekedar rutinitas dan sukarela (tergantung mood / waktu kosong dll), tetapi merupakan sebuah prioritas utama seperti profesionalisme seseorang di dunia kerja.

Proses persiapan ibadah Minggu:
  1. Setiap music director (MD) mempunyai rehearsal check list, yaitu: mengecheck song database, memastikan semua tim sudah mendapatkan music chart, mp3 dan aransemen dari 4 lagu ibadah yang akan dinyanyikan di hari Minggu. MD juga harus melakukan finalisasi song flow (mau dinyanyikan berapa kali, ada modulasi atau medley, dll) dengan worship leader.
  2. Latihan pemusik setiap hari Sabtu dibatasi waktunya hanya 2 jam, karena banyak tim lain yang akan memakai studio untuk berlatih. Biasa yang dilatih adalah lagu yang sulit terlebih dahulu. Selain itu harus diatur juga transisi antar lagu dan worship circle dibuat polanya. Setelah semua lagu dikuasai, latihan lagi dari awal (run through seperti sedang ibadah).
  3.  Dalam satu bulan ada sekitar 15-20 lagu yang dipilih berdasarkan tema khotbah bulan tersebut. Para worship leader wajib mengambil lagu-lagu dari songbank tersebut, tidak boleh berinisiatif mengambil lagu di luar songbank (karena alasan lagunya bagus, sedang trend, lagi mood, dll). Setiap bulan ada 5 lagu yang dikeluarkan dari song bank dan diganti dengan lagu yang baru.

Mengenai lagu-lagu ibadah, JPCC sangat mendorong pelayan ibadahnya untuk menulis lagu-lagu baru. Lagu-lagu ini akan diseleksi berdasarkan syarat: bisa dinyanyikan jemaat, harus mau diberi masukan (adjustment), temanya relevan dengan jemaat. Prinsipnya tidak ada lagu yang satu kali dibuat bisa langsung jadi, lagu baik terjadi dari hasil koreksi yang berkali-kali dan harus berkolaborasi dengan masukan dari beberapa orang. Lagu-lagu yang baru diciptakan ini akan diajarkan kepada jemaat sekitar 1 bulan, sampai jemaat bisa menyanyikannya dengan baik.


RELASI DALAM TIM IBADAH
  •  Kalau ada salah satu anggota tim ada yang mempunyai masalah dalam sikap atau kelakuannya, MD akan mengecheck kepada DATE Group Leader. Dari Leader ini akan memberikan masukan apakah orang yang bersangkutan rutin mengikuti DATE atau lama tidak hadir, atau memang sedang menghadapi masalah tertentu. Kalau memang masalah ini berlanjut terus, maka orang yang bersangkutan akan diajak bicara empat mata dengan leadernya.
  • Setiap orang dalam tim ibadah harus tergabung dalam grup DATE yang isinya bukan semuanya musisi, tetapi gabungan beberapa orang dari berbagai latar belakang. Jadi mereka harus berbau dengan jemaat yang lain dalam cell groupnya.
  •  Music Director (MD) harus membangun relasi dengan tim yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap 3 bulan sekali MD akan dirotasi untuk memegang tim musik yang berbeda. Hubungan MD dengan tim tidak hanya terbatas pada latihan formal tapi juga sampai kepada hubungan yang akrab, seperti: pergi jalan atau makan sama-sama dengan timnya.
  • Selama latihan musik akan ada banyak masukan mengenai aransemen maupun teknik bermain musik dari musisi. MD akan mendengarkan semua masukan ini, tetapi keputusan final ada di tangan MD.

HAL YANG BISA DIPELAJARI…
Totalitas pelayanan tim ibadah JPCC patut kita teladani. Kami meyakini bahwa konsistensi tersebut merupakan anugerah dari Tuhan yang dibarengi dengan pertumbuhan spiritualitas lewat DATE (kelompok kecil). Nilai-nilai seperti “Excelence” dalam pelayanan, disiplin waktu, serta spiritualitas sangat efektif ditanamkan melalui kelompok kecil yang bertemu secara rutin setiap minggu. Tidak mungkin kita mengharapkan perubahan kualitas worship yang baik, tanpa kita memupuk pertumbuhan rohani dari tim ibadah gereja.

Maka bagi setiap gereja yang rindu untuk mengalami ibadah yang menggairahkan dan inspirasional, mulailah membangun kelompok-kelompok kecil untuk meningkatkan spiritualitas tim ibadah, serta jemaatnya. Spiritualitas tim ibadah yang matang akan menjadi motor penggerak bagi jemaat untuk mengalami ibadah yang sejati, tentunya dengan pertolongan Roh Kudus & kasih karunia Tuhan semata.


Caroline Sharmiyanti