01 October 2015

9 Kesalahan Perubahan di Gereja (oleh Brad Powell)


Artikel ini ditulis untuk menjawab pertanyaan tentang mengapa perubahan yang dibuat oleh seorang pemimpin sering justru merusak gereja daripada membuat gereja itu menjadi lebih kuat dan efektif.

Berdasarkan pengalaman saya sebagai seorang pendeta dan kesempatan untuk bekerja sama dengan pendeta dan gereja-gereja lain dalam suatu proses perubahan, saya menemukan sembilan kesalahan yang umum terjadi. Kesadaran akan hal itu sejak awal dalam proses perubahan tersebut akan membuat perbedaan antara merusak gereja atau menguatkan gereja.




KESALAHAN-KESALAHAN YANG UMUM:

1. Memimpin perubahan dengan motivasi yang salah.
Kita memiliki hasrat untuk meraih keberartian dan kesuksesan. Meskipun Tuhan Yesus tidak menentang hasrat itu pada diri para murid-Nya, tetapi Ia dengan tegas menentang motivasi mementingkan diri sendiri. Kita tidak dapat melakukan upaya memimpin gereja melalui perubahan dengan membangun suatu kerajaan untuk kita sendiri. Motivasi kita seharusnya adalah untuk memperluas kerajaan Allah dengan cara melayani kebutuhan yang sesungguhnya dan interes yang bernilai kekal dari orang lain.

2. Kita lebih berupaya untuk melakukan perubahan pada orang, bukannya membimbing orang melalui perubahan.
Saya belajar kesalahan ini pada waktu awal pelayanan penggembalaan saya. Saya telah melakukan perubahan "pada orang" melalui berbagai macam perubahan organisasi sebelum melakukan investasi yang tepat pada orang-orang yang sudah ada. Meskipun perubahan organisasi memang penting dan membuat kita untuk mulai menjangkau orang-orang baru, namun hal itu membuat orang-orang yang sudah ada memberontak. Gereja itu meledak, kemudian saya dan istri dipaksa untuk pergi. Saya belajar dengan cepat bahwa mengubah organisasi tidak membawa perubahan apa-apa karena gereja itu adalah orang-orangnya. Oleh karena itu, para pemimpin rohani harus fokus pada mengarahkan orang-orang melalui proses perubahan secara pribadi. Pada saat mereka melakukannya, maka hasilnya adalah perubahan organisasi sebagaimana seharusnya, yaitu mencerminkan Kristus dengan lebih baik dalam generasi ini.

3. Kita melihat isu utama dari perubahan adalah isu strategi.
Ini merupakan kesalahan yang sangat besar. Strategi memang hal yang penting, namun isu pertama dan utama dalam perubahan adalah isu spiritual. Pada awal pelayanan, saya terus gagal dalam hal ini. Namun, akhirnya saya belajar dari Nehemia. Ia akan mengalami kegagalan kalau mulai dengan strategi. Ia berhasil, karena ia mengawalinya dengan Allah, Firman-Nya dan doa. Kemudian, pada saat ia menantikan dan mengamati Allah bekerja, ia melakukan dengan rencana-rencana strategis dan kepemimpinan membawa perubahan yang memulihkan Yerusalem.

4. Kita gagal memahami bahwa kita tidak dapat menggerakan pelayanan melalui perubahan sementara kita sendiri tidak berubah.
Menunjukkan cara tidak akan menghasilkan apa-apa. Kita harus memperlihatkan cara itu dengan mengizinkan Allah secara konsisten mentransformasi kita. Dua hal terjadi pada saat kita mengizinkan Allah membentuk kita. Pertama, kita mulai memimpin secara alamiah di jalan yang Allah kehendaki. kedua, orang-orang akan melihat dalam diri kita, sosok yang mereka akan menjadi seperti apa, dan kemana mereka akan pergi.

5. Kita berpikir bahwa kita dapat melakukannya sendiri, dan kita mencobanya. Hal ini selalu mengarah pada kegagalan.
Merupakan suatu kebenaran bahwa satu orang tidak dapat mengubah apa pun, tetapi satu orang dapat menjadi katalis dari suatu perubahan. Metafora yang bagus adalah "gelombang." Satu orang tidak dapat melakukannya, tetapi satu orang dapat memulainya. Sama halnya dengan perubahan gereja, kita perlu menanam, memperlengkapi dan melepaskan pemimpin-pemimpin lain ke dalam gereja untuk memulai "gelombang" perubahan.

6. Kita memimpin lebih pada keinginan untuk mendapat pujian dari orang yang bersifat sementara, daripada keinginan untuk mencari pujian dari Allah yang kekal.
Hal yang pertama membuat kita menjadi pengikut, karena kita tunduk pada agenda orang lain untuk tetap menyenangkan mereka. Hal ini dijamin akan mengalami kegagalan, karena kita mengkompromikan apa yang benar untuk gereja dengan apa yang orang lain kehendaki. Hal yang kedua membuat kita menjadi pemimpin. Kita dapat kehilangan orang dan membuat orang lain marah, tetapi kita akan lebih berusaha secara konsisten untuk menjalankan agenda yang Allah telah berikan pada kita.

7. Kita cenderung untuk mengubah terlalu banyak dan terlalu cepat. Ini merupakan kesalahan yang umum.
Para pemimpin datang dan tanpa pilih dan pilah lalu mengubah semuanya. Hal ini akan sangat mengganggu kehidupan orang-orang di gereja dan membuat mereka tidak memiliki tempat dimana mereka merasa terhubung dan nyaman di gereja mereka sendiri. Kuncinya adalah mengidentifikasi dan kemudian mengubah isu-isu yang membunuh gereja, sementara itu sambil menyediakan tempat untuk orang-orang yang ada untuk tetap merasa diperhatikan dan terhubung.

8. Kita mengubah hal-hal yang salah.
Terlalu banyak gereja yang bersedia untuk mengkompromikan kebenaran yang Allah dengan jelas nyatakan, tetapi bersedia mati untuk menjaga tradisi-tradisi perubahan yang dibuat oleh manusia. Perubahan yang efektif dan memuliakan Allah menuntut kepemimpinan yang memegang erat prinsip-prinsip Allah dan maju dengan cara-cara yang inovatif yang bermanfaat untuk masa kini. Apabila gereja tidak memenuhi misinya untuk menghasilkan pengikut Kristus yang sejati, maka gereja itu perlu berubah. Apabila perubahan tidak memimpin orang-orang itu menjadi semakin serupa dengan Kristus, maka itu adalah perubahan yang salah. Dengan kata lain, kita perlu berubah tanpa kompromi.

9. Kita berpikir perubahan dalam gereja merupakan suatu perjalanan dengan awal dan akhir yang jelas.
Kecuali kita berpikir bahwa akhir yang jelas itu kedatangan Tuhan Yesus yang kedua, maka pemikiran itu pasti salah dan hal itu akan menjadi batu sandungan bagi efektivitas pelayanan kita. Satu hasil yang tidak berubah dalam mengikut Yesus adalah perubahan itu sendiri. Kita harus berusaha untuk membimbing orang-orang di dalam gereja kita untuk menerima perubahan sebagai suatu yang konstan/terus-menerus dalam kehidupan, iman dan pelayanan mereka. Pada saat kita melakukannya, kita akan benar-benar memiliki kesempatan menciptakan gereja-gereja yang tetap hidup, bertumbuh dan setia.


Diterjemahkan dari website: www.churchleaders.com

No comments:

Post a Comment