04 February 2015

Tribute to Pak Yul

Kepada saudara-saudari seiman dalam Kristus,

Berpulangnya teman sepelayanan GKI Gading Serpong, Pak Yulianto, di usia 54 tahun pada tanggal 4 Februari 2015, sungguh merupakan suatu hal yang mengejutkan bagi kami. Tidak terasa sudah 5 tahun, kami melayani bersama dalam satu tim melakukan pelayanan membangun kelompok kecil dan persekutuan wilayah di gereja, banyak sekali suka duka yang kami rasakan bersama. Sosok Pak Yul sangat membekas di hati kami sebagai sosok teman karib dan seorang sahabat rohani.



Inilah yang ingin kami bagikan tentang kehidupan Pak Yul:

Setiap saat Pak Yul datang ke gereja, matanya tertuju pada orang-orang yang belum dikenalnya, dan menyapa ramah setiap orang yang lewat tanpa terkecuali, mulai dari yang lanjut usia, dewasa, pemuda/remaja, dan anak-anak, satu pun tak terlewatkan. Sedangkan kami lebih sering bercakap-cakap dengan orang yang kami kenal dan menerima kami. Dalam hal ini kami belajar dari beliau untuk membuka diri, keluar dari zona nyaman untuk mulai menjalin hubungan, berbagi kasih dan perhatian bagi orang-orang yang belum kami kenal di gereja.

Salah satu yang begitu jelas dalam hidup Pak Yul adalah komitmen dan semangat pelayanannya yang sangat tinggi. Ini kami lihat dari konsistensi kehadiran beliau mengikuti rapat kelompok kecil dan wilayah di gereja, beliau selalu berusaha untuk hadir, meskipun baru pulang kantor atau dari luar kota. Sedangkan semangat kami untuk rapat cenderung kembang kempis, kalau lagi semangat ya datang…, tapi kalau lagi kurang semangat… ya coba cari alasan untuk membenarkan diri supaya tidak datang. Kenapa ya semangat kita turun naik sedangkan beliau mempunyai begitu banyak energi dan tekad yang tinggi untuk melayani Tuhan, tentunya ini timbul dari kehidupannya yang intim bergaul dengan Tuhan.

Beliau juga selalu nongkrong setiap hari Minggu di Pojok Komunitas Wilayah (tempat mengambil buku-buku kelompok kecil dan persekutuan wilayah) yang berada di depan ruang kebaktian. Beliau tetap melayani dengan penuh keramahan, walaupun kenyataannya semakin lama semakin sedikit orang-orang yang meminta buku kelompok kecil maupun persekutuan keluarga dari minggu ke minggu. Sepertinya pelayanan menjaga pojok ini terlihat sepele, tapi beliau berpendapat lain, Pak Yul berkata, “Selama masih ada orang yang ambil buku KK/Pega, berarti masih ada orang yang mau bertumbuh, ya kita layani saja terus….”. Kerendahan hati dan semangat melayani Pak Yul sungguh patut diteladani, hal ini menegur kami yang punya asumsi bahwa pelayanan yang menampilkan diri dan dilihat banyak orang itu lebih baik dibandingkan pelayanan di luar panggung/mimbar yang sebenarnya bisa memberikan dampak besar bagi pertumbuhan iman jemaat.

Pernah suatu kali kami mengeluh pada Pak Yul, tentang pelayanan yang kelihatannya tidak membawa hasil yang besar seperti yang diharapkan: “Pak, kita capek-capek rapat tiap minggu di gereja, bikin pertemuan rutin dan menjaga pojok komunitas wilayah pula, kelihatannya hasilnya nggak terlalu kelihatan ya?”. Lalu Pak Yul dengan tertawa balas berkata, “Lho... pelayanan buat Tuhan tuh…. jangan fokus sama hasilnya, karena itu bagian Tuhan. Di Alkitab ada juga kok nabi yang diutus Tuhan tapi sudah tahu kalau usahanya akan gagal. Walau pun hasilnya sekarang nggak kelihatan, tapi yang penting kesetiaan dan kesungguhan kita mengerjakan pelayanan yang Tuhan suruh. Sampai kita mati pun, walau nggak kelihatan hasilnya, kita harus tetap setia melayani, dan mungkin saja kita cuman jadi penabur, tapi yang tuai nanti orang lain 10 tahun lagi haha…..”

Saat kami sedang kurang semangat karena melihat kondisi pelayanan yang "jalan di tempat" serta merasa kurang didukung oleh rekan-rekan sepelayanan lain, kami mengeluh, “Pak, kayaknya orang ini kurang cocok deh, memegang pelayanan yang ini, apa sebaiknya kita ajak ngomong untuk digantikan dengan orang lain?” Begitulah kami berkomentar dengan pandangan pesimis. Tapi dengan optimis, Pak Yul menanggapi,” Lho... jangan diganti dulu, coba kita bantu dan support dia lebih banyak, mungkin kita-nya yang kurang mendorong dan membantu dia untuk berkembang, nanti pasti akan ada perubahan”. Saat kami hilang pegharapan pada orang-orang yang melayani bersama-sama, Pak Yul melihatnya dengan cara yang berbeda, yaitu: selalu ada pengharapan bahwa orang itu bisa berubah dan lebih bersemangat dalam melayani. Karena beliau percaya, Tuhan Yesus melalui Roh Kudus tidak pernah berhenti bekerja merubah hati setiap orang.

Pak Yul yang sabar, ternyata bisa “marah“ juga, khususnya menyangkut soal pelayanan dan hal-hal rohani. Beliau ”marah“nya sambil guyon/bercanda, “Kenapa kok pengurus kalau cari orang buat panitia, selalu menyuruh orang-orang yang dikenal dan sudah aktif pelayanan, kenapa tidak mencari jemaat-jemaat yang belum dikenal dan belum aktif? Mustinya pengurus berburu jangan di kebun binatang (di gereja  - pada orang2 yg sudah terlalu aktif) , lah... kalau mau berburu ya di hutan sana... (di persekutuan wilayah / jemaat di wilayah yang belum pelayanan), disana masih banyak orang, asal pengurus mau kenalan dan terjun ke wilayah…”. Dari perkataan beliau ini kami belajar satu hal, kemarahan Pak Yul lebih sering disebabkan oleh hal-hal yang rohani, sedangkan kemarahan kami kebanyakan timbul karena kami merasa dirugikan atau ego kami disinggung oleh orang lain, kami jadi belajar oh… seperti ini toh "marah" yang rohani.

Pak Yul juga sharing pada kami tentang bagaimana beliau mendidik keluarganya, beliau bercerita bahwa setiap minggu malam, Pak Yul beserta istri dan kedua anaknya mengadakan persekutuan keluarga rutin di rumah. Peran sebagai imam di dalam keluarga benar-benar dianggap penting olehnya, bahkan waktu di gereja ada penghargaan bagi jemaat yang konsisten melaksanakan Persekutuan Keluarga (Pega) selama setahun, Pak Yul adalah salah satu dari dua keluarga yang mendapatkan penghargaan ini. Mungkin buat kebanyakan keluarga di gereja, persekutuan keluarga hanya berupa program gereja yang muncul dan kemudian lambat laun dilupakan orang, tapi tidak bagi Pak Yul, baginya seorang pria harus mengambil tanggung jawabnya sebagai imam dari keluarganya dan mengajarkan prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan kepada anak-anaknya.

Pada waktu saya dan istri pindah ke Malang untuk kuliah di seminari SAAT, Pak Yul pernah mengunjungi kami pada bulan Agustus 2014. Beliau menanyakan keadaan kami, apa saja yang kurang dan apa yang kami butuhkan untuk menjalani kuliah teologi. Sungguh kami sangat terkesan dengan kehangatan kasih beliau sebagai sahabat rohani bagi kami, beliau sangat perhatian akan panggilan Tuhan bagi hidup kami serta pertumbuhan rohani kami disini. Sebelum berpisah, kami saling mendoakan satu sama lain. Alangkah indahnya bila setiap orang di gereja sadar bahwa masing-masing punya peran untuk menjadi sahabat rohani terhadap sesama saudara seiman, yang saling mendukung dalam berbagai hal untuk bertumbuh ke arah Kristus.

Kami ingin menutup sharing ini dengan membagikan satu pesan yang perlu kita ingat bersama, didasarkan pada ayat Yakobus 4:14, yaitu hidup kita sangat singkat, tidak peduli seberapa banyak waktu yang masih tersisa dalam hidup kita. Jangan tertipu dengan berpikir bahwa kita masih mempunyai banyak waktu untuk melayani Kristus, mengasihi sesama, atau melakukan yang seharusnya Tuhan inginkan kita lakukan. Hiduplah dalam Tuhan sekarang! Tidak peduli bagaimana hidup kita berakhir, yang penting adalah kita telah memenuhi panggilan dan recana Tuhan bagi hidup kita.

Pak Yul menjalani hidupnya dalam Tuhan dan melakukan bagiannya dalam pekerjaan Tuhan. Kehidupannya telah menjadi teladan and memberi inspirasi bagi kami, kepergiannya semakin meneguhkan kami untuk lebih giat dan tetap setia melayani Tuhan.

Sampai bertemu lagi di sorga, Pak Yul.
Terima kasih sudah menjadi sahabat rohani bagi kami.

Daniel Iskandar (Oniel)
Caroline Sharmiyanti (Oline)